Selasa, 08 Desember 2009

Hobi Yang Harus Tak Digemari

Bicara persoalan hobi, tentu saja tidak membingungkan kita dan mudah untuk kita diskusikan sebab setiap individu mempunyai hobi masing-masing. Selain itu tema ini juga sudah kita kenal bersama sejak menjadi siswa di SMP (Sekolah Menengah Pertama) bahkan SD (sekolah Dasar).

Dan akhir-akhir ini di negara kita bermunculan bentuk-bentuk hobi yang fenomenal. Media cetak dan elektronik dari yang levelnya teri sampai yang yang levelnya gajah terus selalu memberitakannya. Saking hebohnya publikasi hobi ini, semua masyarakat dari pengangguran, preman, tukang becak, pedagang kaki lima, kuli bangunan, pemulung, ibu-ibu rumah tangga, ibu-ibu arisan, kariawan pabrik, guru, kepala sekolah sampai aparatur negara, staf-staf birokrasi desa, kelurahan, kecamatan, pegawai dinas, pakar ekonomi, pakar politik, pakar budaya, pakar fiqih, dan tidak saudara-saudara kita yang sedang di luar negeri baik yang menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) maupun yang sedang belajar, merekapun membicarakan persoalan hobi ini.

Dari publikasi media itulah rakyat menjadi jelas pandangannya untuk mengidentifikasi hobi-hobi apa saja yang paling populer saat ini. Untuk itu, jenis kaca mata atau landasan ideologi itu sangat penting karena menentukan nilai keberpihakan kita. Kadang-kadang kesimpulan yang sifatnya emosional dan subjektif muncul dari pihak-pihak tertentu dalam rangka penyelamatan diri dari kesalahan-kesalahan yang dilakukannya. Mestinya, sikap semacam ini dihindari untuk memperjelas keberpihakan kita terhadap rakyat.

Masih terkait persoalan hobi, ada beberapa yang patut kita bincangkan. Satu,kegemaran pemakaian nama binatang untuk sebutan sebuah institusi negara, katakan saja cecak dan buaya. Sebuah komoditi baru dan keduanya produk lokal (domestik), sekaligus bukan warisan kolonial belanda maupun negara-naegara lain yang sempat menjajah kita (Nusantara). Dua, kegemaran menjilat. Menjilat jangan di konotasikan negatif dulu sebab banyaknya masakan yang ada di penjuru Nusantara ini bisa dirasakan dengan lidah, yang kata kerjanya itu "menjilat" bukan "melidah" (nyicipi bahasa jawanya). Namun yang dimaksud hobi/kegemaran yang dimediakan itu tidak pas dengan konteks tersebut. Menjilat yang dimaksud adalah sikap/perilaku seorang bawahan terhadap atasannya atau orang yang levelnya dibawah terhadap orang yang sudah duduk pada level atasnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan pencitraan diri untuk kenaikan posisi atau pangkat. Kalau produk yang satu ini, bisa jadi warisan dari kolonial/warga-warga negara asing yang melahap kekayaan Bangsa kita. Tiga, kegemaran mengambil hak orang lain. Perilaku mengambil hak orang lain ini sesungguhnya sama dengan kejahatan warga-warga negara asing yang menjajah kita. Bahkan kejahatannya itu lebih besar, selain dilahirkan dan dibesarkan di tanah ibu pertiwi ini mereka juga masih mempunya silsilah baik itu kultural historisnya maupun secara geneologi biolagis. Seharusnya yang kita lakukan adalah menjaga dan melestarikan bukan malah merusak dan menjual ke pihak asing. Dampaknya, batu bara, minyak, emas dan kekayaan alam lainnya yang terkandung di bumi Nusantara ini tidak bisa menunjang kesejahteraan rakyat. Empat, Kegemaran berbohong, yaitu perilaku yang biasanya berbentuk ucapan yang tidak cocok dengan kondisi sebenarnya. Di tanyangan-tayangan TV (televisi) tentang kehidupan selebritis sangat gencar beberapa tahun terakhir ini. Selebritis yang namanya ingin tetap familiar dimata penggemarnya rela mengatakan hal-hal yang sifatnya privasipun. Sementara birokrasi pemerintahan, aparatur hukum dan wakil-wakil rakyat yang hari ini duduk dengan nyamannya dan berbagai fasilitas negara yang mewah menunjangnya, mereka belum ada keberaniaan untuk transparansi. Berkata jujur demi kesejahteraan dan kepentingan rakyat sepenuhnya. wallahu a'lam,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tulis pesan anda di sini